Islam Liberal


PENDAHULUAN.
Islam adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya yang terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
“Artinya : Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fath : 28]
Sebagai rahmat bagi semesta alam
“Artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiya :107]
Dan sebagai satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” [Ali-Imran : 19]
Islam adalah agama yang utuh yang mempunyai akar, dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang konsisten dengannya maka ja termasuk Al-Jama’ah atau Firqah Najiyah (kelompok yang selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ja termasuk firqaih-firqah yang halikah (kelompok yang binasa).
Diantara firqah halikah adalah firqah Liberaliyah. Liberaliyah adalah sebuah paham yang berkembang di Barat dan memiliki asumsi, teori dan pandangan hidup yang berbeda. Dalam tesisnya yang berjudul “Pemikiran Politik Barat” Ahmad Suhelani, MA menjelaskan prinsip-prinsip pemikiran ini. Pertama, prinsip kebebasan individual. Kedua, prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar bebas. Keempat, meyakini eksistansi Pluralitas Sosio – Kultural dan Politik Masyarakat. [Gado-Gado Islam Liberal; Sabili no 15 Thn IX/81]
Islam dan Liberal adalah dua istilah yang antagonis, saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian ada sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang “pas” dengan orang-orangnya atau pikiran-pikiran dan agendanya. Islam adalah pengakuan bahwa apa yang mereka suarakan adalah haq tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah bathil karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang diwahyukan dan yang disampaikan oleh Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi yang mereka suarakan adalah bid’ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar kepada Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka dalam makalah ini akan kita uraikan sanad (asal usul) firqah liberal (kelompok Islam Liberal atau Kelompok kajian utan kayu), visi, misi agenda dan bahaya mereka.
SANAD (ASAL-USUL) FIRQAH LIBERAL
Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan pemurnian, kembali kepada al-Qur’an dan sunnah. Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Ide ini terus bergulir. Rifa’ah Rafi’ al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam [Charless Kurzman: xx-xxiii]
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-18..) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ja membuka suatu kolese yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku The Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang dipuja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Pelopor Agung Rasionalisme [William Montgomery Waft: 132]
Di Mesir muncullah M. Abduh (1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran mu’tazilah berusaha menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar’ah. Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966). Lalu yang mendobrak sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatatan bahwa yang dikehendaki oleh al-Qur’an hanyalah system demokrasi tidak yang lain.[Charless: xxi,l8]
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir al-quran model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya Ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern. Dan ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran diluar Islam. [Mu’adz, Muhammad Arkoun Anggitan tentang cara-cara tafsir al-Qur’an, Jurnal Salam vol.3 No. 1/2000 hal 100-111; Abd. Rahman al-Zunaidi: 180; Willian M Watt: 143]
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur’an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur’an adalah ideal moralnya karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan.[Fazhul Rahman: 21; William M. Watt: 142-143]
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wachid [Adiyan Husaini dalam makalah Islam Liberal dan misinya menukil dari Greg Barton, Sabili no. 15: 88]
Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah rnenyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: “Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama” [Nurcholis Madjid : 239]
Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ide-ide Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya.
Demikian sanad Islam Liberal menurut Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Chanless Kurzman dan lain-lain. Akan tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu. Paham mereka yang rasionalis dalam beragama kembali pada guru besar kesesatan yaitu Iblis La’natullah ‘alaih. (Ali Ibn Abi aI-’Izz: 395) karena itu JIL bisa diplesetkan dengan “Jalan Iblis Laknat”. Sedang paham sekuleris dalam bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto Render Unto The Caesar what The Caesar’s and to the God what the God’s (Serahkan apa yang menjadi hak Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan). Muhammad Imarah : 45) Karena itu ada yang mengatakan: “Cak Nur Cuma meminjam pendekatan Kristen yang membidani lahirnya peradaban barat” Sedangkan paham pluralisme yang mereka agungkan bersambung sanadnya kepada lbn Arabi (468-543 H) yang merekomendasikan keimanan Fir’aun dan mengunggulkannya atas nabi Musa ‘alaihis salam [Muhammad Fahd Syaqfah: 229-230]
Asas Pemikiran Liberal
Secara umum asas liberalisme ada tiga; kebebasan, individualis dan Aqlani (mendewakan akal).
1. Asas pertama:Kebebasan
Yang dimaksud disini adalah setiap individu bebas dalam perbuatannya dan mandiri dalam tingkah lakunya tanpa diatur dari negara atau selainnya. Mereka hanya dibatasi oleh undang-undang yang mereka buat sendiri dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian liberalisme disini adalah sisi lain dari sekulerisme secara pengertian umum yaitu memisahkan agama dan membolehkan lepas dari ketentuannya. Sehingga menurut mereka manusia tu bebas berbuat, berkata, berkeyakinan dan berhukum sesukanya tanpa batasan syari’at Allah. Sehingga manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya serta bebas dari hukum ilahi dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran ilahi. Padahal Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [QS. Al-An'am: 162-163]
dan firman Allah:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui“. [QS. al-Jaatsiyah : 18]
[Lihat Dalil al-‘Uqul al-Haa'irah Fi Kasyfi al-Mazhahib al-Mu'ashorah, Haamid bin Abdillah al-'Ali hal. 18]
2. Asas kedua:Individualisme (Al-Fardiyah)
Dalam hal ini ada dua pemahaman dalam Liberalisme:
a. Individual dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran eropa sejak masa kebangkitan eropa hingga abad keduapuluh masehi.
b. Individual dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Inilah pemahaman baru dalam agama liberal yang dikenal dengan Pragmatisme.
[lihat Hakekat Libraliyah al-Khirasyi, hal. 17]
3. Asas ketiga: Mendewakan Akal (Aqlaniyah)
Dalam pengertian kemerdekaan akal dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.
Hal ini dapat tampak dari hal-hal berikut ini:
a. Kebebasan adalah hak-hak yang dibangun diatas dasar materi bukan perkara diluar dari materi yang dapat disaksikan dan cara mengetahuinya adalah dengan akal, pancaindra dan percobaan.
b. Negara dijauhkan dari semua yang berhubungan dengan keyakinan agama, karena kebebasan menuntut tidak adanya satu yang pasti dan yakin; karena tidak mungkin mencapai hakekat sesuatu kecuali dengan perantara akal dari hasil percobaan yang ada. Sehingga -menurut mereka- manusia sebelum melakukan percobaan tidak mengetahui apa-apa sehingga tidak mampu untuk memastikan sesuatu. Ini dinamakan ideologi toleransi (al-Mabda’ at-Tasaamuh)[1]. Hakekatnya adalah menghilangkan komitmen agama, karena ia memberikan manusia hak untuk berkeyakinan semaunya dan menampakkannya serta tidak boleh mengkafirkannya walaupun ia seorang mulhid. Negara berkewajiban melindungi rakyatnya dalam hal ini, sebab negara -versi mereka- terbentuk untuk menjaga hak-hak asasi setiap orang. Hal ini menuntut negara terpisah total dari agama dan madzhab pemikiran yang ada. [Musykilah al-Hurriyah hal 233 dinukil dari Hakekat Libraliyah hal 24]. Ini jelas dibuat oleh akal yang hanya beriman kepada perkara kasat mata sehingga menganggap agama itu tidak ilmiyah dan tidak dapat dijadikan sumber ilmu. -Ta’alallahu ‘Amma Yaquluna ‘Uluwaan kabiran-
c. Undang-undang yang mengatur kebebasan ini dari tergelicir dalam kerusakan -versi seluruh kelompok liberal – adalah undang-undang buatan manusia yang bersandar kepada akal yang merdeka dan jauh dari syari’at Allah. Sumber hokum mereka dalam undang-undang dan individu adalah akal.
Islam dan Liberal
Dari pemaparan diatas jelaslah bahwa Liberalisme hanyalah bentuk lain dari sekulerisme yang dibangun diatas sikap berpaling dari syari’at Allah, kufur kepada ajaran dan petunjuk Allah dan rasulNya Shallallahu’alaihi Wasallam serta menghalangi manusia dari jalan Allah. Juga memerangi orang-orang sholih dan memotivasi orang berbuat kemungkaran, kesesatan pemikiran dan kebejatan moral manusia dibawah slogan kebebasan yang semu. Kebebasan yang hakekatnya adalah mentaati dan menyembah syeitan. Lalu bisakah Islam bergandengan dengan Liberal?
Upaya menyatukan Islam dan Liberal.
Pemikiran Liberal masuk kedalam tubuh kaum muslimin melalui para penjajah colonial, kemudian disambut orang-orang yang kagum dengan modernisasi eropa waktu itu. Muncullah dalam tubuh kaum muslimin kelompok madrosah Al-Ishlahiyah dan madrasah At-Tajdid (kaum reformis) serta Al-Ashraniyun (kaum modernis) yang berusaha menggandengkan islam dengan liberal ditambah dengan banyaknya pelajar muslim yang dibina para orientalis dinegara-negara eropa. Upaya menyatukan liberalism kedalam islam sudah dilakukan oleh gerakan ‘Islahiyah’ pimpinan Muhammad Abduh dan para muridnya kemudian ditahun 60-an muncullah gerakan reformis (Madrasah At-Tajdid) dengan tokoh seperti Rifa’ah ath-Thohthawi dan Khoiruddin at-Tunisi. Pemikiran mereka ini tidaklah satu namun mereka memiliki kesamaan dalam upaya menggabung ajaran islam dengan modernisasi barat dan merekonstruksi ajaran agama agar sesuai dengan modernisasi barat. Oleh karena itu pemikiran mereka berbeda-beda sesuai dengan pengetahuan mereka terhadap komodernan barat dan kemajuannya yang terus berubah. Demikian juga mereka sepakat menjadikan akal sebagai sumber hukum sebagaimana akal juga menjadi sumber hukum dalam agama liberal.
Dari sini jelaslah kaum reformis dan modernis ini ternyata memiliki prinsip dan latar belakang serta orientasi pemikiran yang berbeda-beda meskipun mereka sepakat untuk mengedepankan logika akal daripada Al-Qur’an dan sunnah dan pengaruh kuat pemikiran barat.
Ada diantara mereka yang secara terus terang mengungkapkan niat mereka menghancurkan islam karena terpengaruh pemikiran nasionalisme sekuler atau sayap kiri komunis. Ada yang berusaha memunculkan keraguan kedalam tubuh kaum muslimin dengan berbagai istilah bid’ah yang sulit dicerna pengertiannya atau dengan cara membolak-balikkan fakta dan realitas ajaran islam sejati dengan pemikiran dan gerakannya. Mereka menempatkan orang sesat dan menyimpang sebagai pemikir yang bijak dan ksatria revolusioner. Sementara para ulama islam ditempatkan sebagai kalangan yang kolot konservatif dan tidak tahu hak asasi manusia.[2]
Yang lebih menyakitkan lagi adalah ungkapan sebagian mereka yang menuduh orang yang kembali merujuk nash syari’at sebagai orang yang kolot dan paganis. Prof. Fahmi Huwaidi dalam artikelnya yang berjudul: Watsaniyun Hum ‘Abadatun Nushush (Paganis itu adalah mereka yang menyembah nash-nash Syari’at) menggambarkan hal tersebut sebagai paganisme baru (Watsaniyah jadidah). Hal itu karena Paganisme tidak hanya berbentuk penyembahan patung berhala semata, karena ini adalah paganisme zaman dahulu. Namun paganism zaman ini telah berubah menjadi bentuk penyembahan simbol dan rumus pada penyembahan nash-nash dan ritualisme. (Lihat Al-Aqlaniyun Aprakh al-Mu’tazilah al-’Ashriyun, hal.63).
Sebenarnya hakekat usaha mereka ini adalah mengajak kaum muslimin untuk mengikuti ajaran barat (westernisasi) dan menghilangkan akidah islam dari tubuh kaum muslimin serta memberikan kemudahan kepada musuh-musuh islam dalam menghancurkan kaum muslimin. Sehingga mereka menganggap aturan liberal dan demokrasi adalah perkara mendesak dan sangat cocok dengan hakekat islam dan ajarannya serta tidak mengingkarinya kecuali fundamentalis garis keras.
Demikianlah usaha mereka ini akhirnya menghasilkan penghapusan banyak sekali pokok-pokok ajaran islam dan memasukkan nilai-nilai liberalisme dan humanisme kedalam ajaran islam dan aqidah kaum muslimin. Karena itu seorang orientalis bernama Gibb menyatakan: “Reformasi adalah program utama dari liberalisme barat. Kita tinggal menunggu saja semoga orientasi tersebut dari kalangan reformis bias menjadi semacam managerial modern untuk menggali nilai-nilai liberalisme dan humanism”[Menjawab Modernisasi Islam, hal 178].
Demikianlah nilai-nilai pemahaman liberal masuk kedalam tubuh kaum muslimin dan kita berlindung kepada Allah darinya dan dari semua penyeru ajaran ini
Liberal dalam pandangan hukum Islam
Liberalisme adalah pemikiran asing yang masuk kedalam islam dan bukan hasil dari kaum muslimin. Pemikiran ini menafikan adanya hubungan dengan agama sama sekali dan menganggap agama sebagai rantai pengikat yang berat atas kebebasan yang harus dibuang jauh-jauh. Para perintis dan pemikir liberal yang menyusun pokok-pokok ajarannya dalam semua marhalah dan sepanjang masa telah membentuk liberal berada diluar garis seluruh agama yang ada dan tidak seorangpun dari mereka yang mengklaim adanya hubungan dengan satu agama tertentu walaupun agama yang menyimpang.
Sehingga Liberalisme sangat bertentangan dengan islam bahkan banyak sekali pembatal-pembatal keislaman yang ada padanya, diantaranya:
1.       Kufur
2.       Berhukum dengan selain hukum Allah
3.       Menghilangkan aqidah Al-Wala Dan Bara’
4.       Menghapus banyak sekali ajaran dan hukum islam.
Sehingga para ulama menghukuminya sebagai kekufuran sebagaimana dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan yang dimuat dalam Surat kabar al-Jazirah hari Selasa tanggal 11 Jumada akhir tahun 1428 H.
Adakah Islam Liberal?
Sungguh amat mengherankan masih juga ada orang yang ingin menggabungkan antara liberal dengan Islam padahal jelas sekali ketidak-mungkinannya. Sehingga bila ada yang menyatakan, saya adalah muslim liberal atau istilah Jaringan Islam Liberal ini adalah satu perkara yang kontradiktif. Ironisnya orang yang disebut profesor atau intelektual tidak tahu atau pura-pura tidak tahu tentang hal ini.
MISI FIRQAH LIBERAL
Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang (tepatnya : rnenghancurkan) gerakan Islam fundamentalis. mereka menulis: “sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok-kelompok agama yang ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan yang terbuka (inklusif) plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis.”
Yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis yang menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima cirri-ciri,yaitu.
[1]. Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat
[2]. Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu
[3]. Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam
[4]. Mereka yang mempropagandakan bahwa islam adalah agama dan negara
[5]. Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan.
Demikian yang dilontarkan mantan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon [Muhammad Imarah : 75]
AGENDA DAN GAGASAN FIRQAHLIBERAL
Dalam tulisan berjudul “Empat Agenda islam Yang Membebaskan; Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang penggagas JIL yang juga dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam Liberal.
Pertama : Agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer (demokrasi) sama saja.
Kedua : Mengangkat kehidupan antara agama. Menurutnya perlu pencarian teologi pluralisme mengingat semakin majemuknya kehidupan bermasyarakat di negeri-negeri Islam.
Ketiga : Emansipasi wanita dan
Keempat : Kebebasan berpendapat (secara mutlak).
Sementara dari sumber lain kita dapatkan empat agenda mereka adalah.
[1]. Pentingnya konstekstualisasi ijtihad
[2]. Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan
[3]. Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama
[4]. Permisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara [Lihat Greg Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina 1999: XXI]
BAHAYA FIRQAH LIBERAL
[1]. Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allah AzZa wa Jalla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis, Barat dan pan Thaghut lainnya.
[2]. Mereka lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad, sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut Islamnya dengan Islam Liberal. Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman”. [Al-Hujurat : 11]
[3]. Mereka beriman kepada sebagian kandungan al-Qur’an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan “jalan baru” dalam menafsiri al-Qur’an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal
Sebagai contoh, Musthofa Mahmud dalam kitabnya al-Tafsir al-Ashri-li al-Qur’an menafsiri ayat (Faq tho ‘u aidiyahumaa) dengan “maka putuslah usaha mencuri mereka dengan memberi santunan dan mencukupi kebutuhannya.” [Syeikh Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya, Senin 4 Muharram 1423]
Dan tafsir seperti ini juga diikuti juga di Indonesia. Maka pantaslah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Artinya : Yang paling saya khawatirkan atas adaalah orang munafik yang pandai bicara. Dia membantah dengan Al-Qur’an.”
Orang-orang yang seperti inilah yang merusak agama ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Mereka mengklaim diri mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak kepada kepada Al-Qur’an padahal merekalah yang mencampakkan Al-Qur’an”
Mengapa demikian ? Karena mereka bodoh terhadap sunnah. [Lihat Ahmad Thn Umar al-Mahmashani: 388-389]
[4]. Mereka menolak paradigma keilmuwan dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa rendah berhadapan dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam dengan hati dan otak orang Barat.
[5]. Mereka tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan seluruh orang-orang mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada ketentuan teks-teks normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama yang ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar Otentitas Islam LiberaL .Jawa Pos 1-2-2002). Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang diancam oleh Allah:
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” [An-Nisaa’ 115].
[6]. Mereka tidak memiliki ulama dan tidak percaya kepada ilmu ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri, sebab mereka mengaku sebagai “pembaharu” bahkan “super pembaharu” yaitu neo modernis. Allah berfirman:
“Artinya : Dan bila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman,” mereka menjawab, “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman.” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. [Al-Baqarah 11-13]
[7]. Kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika, yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara Islam. Prof. Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki.
[8]. Mereka memecah belah umat Islam karena gagasan mereka adalah bid’ah dan setiap bid’ah pasti memecah belah.
[9]. Mreka memiliki basis pendidikan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan jaringan internasional dan dana yang cukup.
[10]. Mereka tidak memiliki manhaj yang jelas sehingga gagasannya terkesan “asbun” dan asal “comot” . Lihat saja buku Charless Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi (revivalis) itupun dimasukkan kedalam kelompok liberal, begitu pula Muhammad Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf Qardhawi (tokoh Ihwan al-Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa diam, padahal diam mereka adalab emas, memang begitu berat jihad menahan lisan. Tidak akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin.
“Artinya : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau hendaklah ia diam.” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim] (Lihat Husain al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya]. Ahlul batil selain menghimpun kekuatan untuk memusuhi ahlul haq. Allah ta’ala berfirman:
“Artinya : Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. JIka kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” [Al-Anfaal : 73]
Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad Jaiz menyebut mereka berbahaya sebab mereka itu “sederhana” tidak memiliki landasan keilmuwan yang kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. [Lihat Bahaya Islam Liberal: 40, 64-65]
kesimpulan paling sederhana dari uraian di atas adalah bahwa agenda-agenda JIL tak bisa dilepaskan dari imperalisme Barat atas Dunia Islam. Ide-ide yang diusung JIL pun sebenarnya palsu, karena yang ditawarkan adalah kapitalisme, bukan Islam. Agar laku, lalu diberi label Islam. Islam hanya sekedar simbol, bukan substansi ide JIL. Jadi JIL telah menghunus dua pisau yang akan segera ditusukkan ke tubuh umat Islam, yaitu pisau politis dan pisau ideologis. Semua itu untuk menikam umat, agar umat Islam kehabisan darah (baca:karakter Islamnya) lalu bertaqlid buta kepada JIL dengan menganut peradaban Barat.
Jika memang dapat dikatakan bahwa JIL adalah bagian dari proyek imperalisme Barat, maka JIL sebenarnya mengarah ke jalan buntu.? Tidak ada perubahan apa pun. Tidak ada transformasi apa pun. Sebab yang ada adalah legitimasi terhadap dominasi dan hegemoni kapitalisme (yang sudah berlangsung). Dan pada saat yang sama, yang ada adalah pementahan dan penjegalan perjuangan umat untuk kembali kepada Islam yang hakiki, yang terlepas dari hegemoni kapitalisme.
Jadi, Anda masih percaya JIL ? Kalau begitu, skami ucapkan selamat jalan menuju jalan buntu. Semoga tidak nabrak.
[Disalin dari Majalah As Sunnah Edisi 04/VI/1423/2002M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
______
Maraji’
[1]. Arifin, Syamsul, Menakar Otenisitas Islam Liberal, Jawa Pos, 1-2-2002
[2]. Al-Hanafi, Ali Ibn Abi Al-Izz, Tahzdib Syarah Ath-Thahawiyyah, Dar Al-Shadaqah, Beirut, cet.I 1995
[3]. Al-Mahmashani, Ahmad Ibnu Umar, Mukhtashar Jami Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, Tahqiq Hasan Ismail, Dar Al-Khair, Beirut cet.I 1994
[4]. Al-Uwaisyah, Hasan, Hashaid Al-Aisum, Dar Al-Hijrah
[5]. Husaini, Adnan, Islam Liberal dan Misinya, Makalah Diskusi Di Pesantren Tinggi Husnayain Jakarta 8 Januari 2002
[6]. Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, terjemahan Musthalah Maufur, Rabbani Press, Jakarta 19998
[7]. Jaiz, Hartono Ahmad, Bahaya Islam Liberal, Pustaka Al-kautsar cet II, 2002
[8]. Kurzman, Charless, Wacana Islam Liberal, Paramadina Jakarta 2001
[9]. Majid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan, Mizan, Bandung cet III/1996
[10]. Muadz, Muhammad Arkoum Anggitan Tentang Cara-Cara (Tafsir) Al-Qur’an, Jurnal Salam Umm Malang vol.3 No. 1/2000
[11]. Ridawan, Nurcholis, Gado-Gado Islam Liberal, Majalah Sabili, No. 15 tahun IX, 25 Januari 2002
[12]. Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, terjemahan Taufiq Adnan, Mizan, Bandung 1987
[13]. Syaqfah, M Fahd, At-Tashawwuf Baina Al-Haqqi wa Al-Khalq, Dar Al-Salafiyah cet III 1983
[14]. Watt, Wiliam M. Fundamentalisme Islam dan Modernitas, terjemahan Taufiq Adnan, Raja Grafindo Persada Jakarta, cet I 1997
[15]. Zunaidi, Abd Rahman, Al-Salafiyah wa Qadhaya Al-Ashr, Dar Isbiliya, Riyadh cet I 1998
Wallahu al-Hadi ila Shirath al-Mustaqim.
Referensi.
1.       Hakikat Liberaliyah Wa Mauqif Muslim Minha, Sulaiman al-Khirasyi
2.       Al-’Ashraniyun Baina Mazaa’im At-Tajdid Wa Mayaadin At-Taghrib Muhammad Hamid an-naashir dalam edisi bahasa Indonesia berjudul Menjawab Modernisasi Islam, terbitan Darul Haq
3.       ‘Al-Aqlaniyun Aprakh Al-Mu’tazilah Al-’Ashriyun, Syeikh Ali Hasan Ali Abdulhamid , cetakan pertama tahun 1413 H, Maktabah al-ghuraba al-Atsariyah.
4.       Dalil Al-’Uqul Al-Haa’Irah Fi Kasyfi Al-Mazhahib Al-Mu’ashorah, Haamid bin Abdillah al-’Ali
Penulis: Kholid Syamhudi, Lc.
 Text


Komentar

Postingan Populer