Islam Liberal
PENDAHULUAN.
Islam adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya yang terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Islam adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya yang terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
“Artinya : Dialah yang mengutus
Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya
terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fath : 28]
Sebagai rahmat bagi semesta alam
“Artinya : Dan tiadalah Kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiya :107]
Dan sebagai satu-satunya agama yang
diridhai oleh Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya agama (yang
diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” [Ali-Imran : 19]
Islam adalah agama yang utuh yang
mempunyai akar, dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang
konsisten dengannya maka ja termasuk Al-Jama’ah atau Firqah Najiyah (kelompok
yang selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ja termasuk
firqaih-firqah yang halikah (kelompok yang binasa).
Diantara firqah halikah adalah firqah
Liberaliyah. Liberaliyah adalah sebuah paham yang berkembang di Barat dan
memiliki asumsi, teori dan pandangan hidup yang berbeda. Dalam tesisnya yang
berjudul “Pemikiran Politik Barat” Ahmad Suhelani, MA menjelaskan
prinsip-prinsip pemikiran ini. Pertama, prinsip kebebasan individual. Kedua,
prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar bebas. Keempat,
meyakini eksistansi Pluralitas Sosio – Kultural dan Politik Masyarakat. [Gado-Gado
Islam Liberal; Sabili no 15 Thn IX/81]
Islam dan Liberal adalah dua istilah
yang antagonis, saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun
demikian ada sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan
Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang “pas” dengan orang-orangnya
atau pikiran-pikiran dan agendanya. Islam adalah pengakuan bahwa apa yang
mereka suarakan adalah haq tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah
bathil karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang diwahyukan dan yang
disampaikan oleh Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi yang
mereka suarakan adalah bid’ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar
kepada Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka dalam makalah ini akan kita uraikan
sanad (asal usul) firqah liberal (kelompok Islam Liberal atau Kelompok kajian
utan kayu), visi, misi agenda dan bahaya mereka.
SANAD (ASAL-USUL) FIRQAH LIBERAL
Islam liberal menurut Charless Kurzman
muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan
Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para
ulama untuk mengadakan gerakan pemurnian, kembali kepada al-Qur’an dan sunnah.
Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah
(India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat
sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah.
Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan
membukanya lebar-lebar.
Ide ini terus bergulir. Rifa’ah Rafi’
al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan
Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara,
1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam
[Charless Kurzman: xx-xxiii]
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan
(1817-18..) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama
dengan penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ja membuka suatu kolese yang kemudian
menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku
The Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang dipuja di
Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Pelopor Agung Rasionalisme [William
Montgomery Waft: 132]
Di Mesir muncullah M. Abduh (1849-1905)
yang banyak mengadopsi pemikiran mu’tazilah berusaha menafsirkan Islam dengan
cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki
tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar’ah. Lalu
muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966). Lalu yang mendobrak sistem khilafah,
menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena Muhammad hanyalah
pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang
mengatatan bahwa yang dikehendaki oleh al-Qur’an hanyalah system demokrasi
tidak yang lain.[Charless: xxi,l8]
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun
(lahir 1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir al-quran model baru
yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika
(ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya Ia
ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern. Dan ingin
mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran
diluar Islam. [Mu’adz, Muhammad Arkoun Anggitan tentang cara-cara tafsir
al-Qur’an, Jurnal Salam vol.3 No. 1/2000 hal 100-111; Abd. Rahman al-Zunaidi:
180; Willian M Watt: 143]
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir
1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia
menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik
menurutnya. Ia mengatakan al-Qur’an itu mengandung dua aspek: legal spesifik
dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur’an adalah ideal moralnya karena itu ia
yang lebih pantas untuk diterapkan.[Fazhul Rahman: 21; William M. Watt:
142-143]
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid
(murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal
bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wachid [Adiyan
Husaini dalam makalah Islam Liberal dan misinya menukil dari Greg Barton,
Sabili no. 15: 88]
Nurcholis Madjid telah memulai gagasan
pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah rnenyuarakan
pluralisme agama dengan menyatakan: “Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh
diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan
pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah
kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama” [Nurcholis
Madjid : 239]
Lalu sekarang muncullah apa yang disebut
JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ide-ide Nurcholis Madjid dan para
pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya.
Demikian sanad Islam Liberal menurut
Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Chanless Kurzman dan lain-lain. Akan
tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu.
Paham mereka yang rasionalis dalam beragama kembali pada guru besar kesesatan
yaitu Iblis La’natullah ‘alaih. (Ali Ibn Abi aI-’Izz: 395) karena itu JIL bisa
diplesetkan dengan “Jalan Iblis Laknat”. Sedang paham sekuleris dalam
bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang
mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto Render Unto The Caesar what
The Caesar’s and to the God what the God’s (Serahkan apa yang menjadi hak
Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan). Muhammad
Imarah : 45) Karena itu ada yang mengatakan: “Cak Nur Cuma meminjam pendekatan
Kristen yang membidani lahirnya peradaban barat” Sedangkan paham pluralisme
yang mereka agungkan bersambung sanadnya kepada lbn Arabi (468-543 H) yang
merekomendasikan keimanan Fir’aun dan mengunggulkannya atas nabi Musa ‘alaihis
salam [Muhammad Fahd Syaqfah: 229-230]
Asas
Pemikiran Liberal
Secara umum asas liberalisme ada tiga;
kebebasan, individualis dan Aqlani (mendewakan akal).
1. Asas
pertama:Kebebasan
Yang dimaksud disini adalah setiap
individu bebas dalam perbuatannya dan mandiri dalam tingkah lakunya tanpa
diatur dari negara atau selainnya. Mereka hanya dibatasi oleh undang-undang
yang mereka buat sendiri dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian
liberalisme disini adalah sisi lain dari sekulerisme secara pengertian umum
yaitu memisahkan agama dan membolehkan lepas dari ketentuannya. Sehingga
menurut mereka manusia tu bebas berbuat, berkata, berkeyakinan dan berhukum
sesukanya tanpa batasan syari’at Allah. Sehingga manusia menjadi tuhan untuk
dirinya dan penyembah hawa nafsunya serta bebas dari hukum ilahi dan tidak
diperintahkan mengikuti ajaran ilahi. Padahal Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku,
ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada
sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [QS. Al-An'am: 162-163]
dan firman Allah:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ
الأمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu
dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui“. [QS. al-Jaatsiyah : 18]
[Lihat Dalil al-‘Uqul al-Haa'irah Fi Kasyfi
al-Mazhahib al-Mu'ashorah, Haamid bin Abdillah
al-'Ali hal. 18]
2. Asas
kedua:Individualisme (Al-Fardiyah)
Dalam hal ini ada dua pemahaman dalam
Liberalisme:
a. Individual dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah
yang menguasai pemikiran eropa sejak masa kebangkitan eropa hingga abad
keduapuluh masehi.
b. Individual dalam pengertian
kemerdekaan pribadi. Inilah pemahaman baru dalam agama liberal yang dikenal
dengan Pragmatisme.
[lihat Hakekat Libraliyah al-Khirasyi, hal. 17]
3. Asas
ketiga: Mendewakan Akal (Aqlaniyah)
Dalam pengertian kemerdekaan akal dalam
mengetahui dan mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada
kekuatan diluarnya.
Hal ini dapat tampak dari hal-hal
berikut ini:
a. Kebebasan adalah hak-hak yang
dibangun diatas dasar materi bukan perkara diluar dari materi yang dapat
disaksikan dan cara mengetahuinya adalah dengan akal, pancaindra dan percobaan.
b. Negara dijauhkan dari semua yang
berhubungan dengan keyakinan agama, karena kebebasan menuntut tidak adanya satu
yang pasti dan yakin; karena tidak mungkin mencapai hakekat sesuatu kecuali
dengan perantara akal dari hasil percobaan yang ada. Sehingga -menurut mereka-
manusia sebelum melakukan percobaan tidak mengetahui apa-apa sehingga tidak
mampu untuk memastikan sesuatu. Ini dinamakan ideologi toleransi (al-Mabda’ at-Tasaamuh)[1].
Hakekatnya adalah menghilangkan komitmen agama, karena ia memberikan manusia
hak untuk berkeyakinan semaunya dan menampakkannya serta tidak boleh
mengkafirkannya walaupun ia seorang mulhid. Negara berkewajiban melindungi
rakyatnya dalam hal ini, sebab negara -versi mereka- terbentuk untuk menjaga
hak-hak asasi setiap orang. Hal ini menuntut negara terpisah total dari agama
dan madzhab pemikiran yang ada. [Musykilah al-Hurriyah hal
233 dinukil dari Hakekat
Libraliyah hal 24]. Ini jelas dibuat oleh akal yang
hanya beriman kepada perkara kasat mata sehingga menganggap agama itu tidak
ilmiyah dan tidak dapat dijadikan sumber ilmu. -Ta’alallahu ‘Amma Yaquluna ‘Uluwaan
kabiran-
c. Undang-undang yang mengatur kebebasan
ini dari tergelicir dalam kerusakan -versi seluruh kelompok liberal – adalah
undang-undang buatan manusia yang bersandar kepada akal yang merdeka dan jauh
dari syari’at Allah. Sumber hokum mereka dalam undang-undang dan individu
adalah akal.
Islam
dan Liberal
Dari pemaparan diatas jelaslah bahwa Liberalisme
hanyalah bentuk lain dari sekulerisme yang dibangun diatas sikap berpaling dari
syari’at Allah, kufur kepada ajaran dan petunjuk Allah dan rasulNya Shallallahu’alaihi Wasallam serta menghalangi manusia dari jalan Allah. Juga
memerangi orang-orang sholih dan memotivasi orang berbuat kemungkaran,
kesesatan pemikiran dan kebejatan moral manusia dibawah slogan kebebasan yang
semu. Kebebasan yang hakekatnya adalah mentaati dan menyembah syeitan. Lalu
bisakah Islam bergandengan dengan Liberal?
Upaya
menyatukan Islam dan Liberal.
Pemikiran Liberal masuk kedalam tubuh
kaum muslimin melalui para penjajah colonial, kemudian disambut orang-orang
yang kagum dengan modernisasi eropa waktu itu. Muncullah dalam tubuh kaum
muslimin kelompok madrosah Al-Ishlahiyah dan madrasah At-Tajdid (kaum reformis) serta Al-Ashraniyun (kaum modernis) yang berusaha menggandengkan islam
dengan liberal ditambah dengan banyaknya pelajar muslim yang dibina para
orientalis dinegara-negara eropa. Upaya menyatukan liberalism kedalam islam
sudah dilakukan oleh gerakan ‘Islahiyah’ pimpinan Muhammad Abduh dan para muridnya kemudian ditahun 60-an muncullah
gerakan reformis (Madrasah
At-Tajdid) dengan tokoh seperti Rifa’ah
ath-Thohthawi dan Khoiruddin at-Tunisi. Pemikiran mereka ini tidaklah satu
namun mereka memiliki kesamaan dalam upaya menggabung ajaran islam dengan
modernisasi barat dan merekonstruksi ajaran agama agar sesuai dengan
modernisasi barat. Oleh karena itu pemikiran mereka berbeda-beda sesuai dengan
pengetahuan mereka terhadap komodernan barat dan kemajuannya yang terus
berubah. Demikian juga mereka sepakat menjadikan akal sebagai sumber hukum
sebagaimana akal juga menjadi sumber hukum dalam agama liberal.
Dari sini jelaslah kaum reformis dan
modernis ini ternyata memiliki prinsip dan latar belakang serta orientasi
pemikiran yang berbeda-beda meskipun mereka sepakat untuk mengedepankan logika
akal daripada Al-Qur’an dan sunnah dan pengaruh kuat pemikiran barat.
Ada diantara mereka yang secara terus
terang mengungkapkan niat mereka menghancurkan islam karena terpengaruh
pemikiran nasionalisme sekuler atau sayap kiri komunis. Ada yang berusaha
memunculkan keraguan kedalam tubuh kaum muslimin dengan berbagai istilah bid’ah
yang sulit dicerna pengertiannya atau dengan cara membolak-balikkan fakta dan
realitas ajaran islam sejati dengan pemikiran dan gerakannya. Mereka
menempatkan orang sesat dan menyimpang sebagai pemikir yang bijak dan ksatria
revolusioner. Sementara para ulama islam ditempatkan sebagai kalangan yang
kolot konservatif dan tidak tahu hak asasi manusia.[2]
Yang lebih menyakitkan lagi adalah
ungkapan sebagian mereka yang menuduh orang yang kembali merujuk nash syari’at
sebagai orang yang kolot dan paganis. Prof. Fahmi Huwaidi dalam artikelnya yang
berjudul: Watsaniyun
Hum ‘Abadatun Nushush (Paganis itu adalah
mereka yang menyembah nash-nash Syari’at) menggambarkan hal tersebut sebagai
paganisme baru (Watsaniyah
jadidah). Hal itu karena Paganisme tidak hanya
berbentuk penyembahan patung berhala semata, karena ini adalah paganisme zaman
dahulu. Namun paganism zaman ini telah berubah menjadi bentuk penyembahan
simbol dan rumus pada penyembahan nash-nash dan ritualisme. (Lihat Al-Aqlaniyun Aprakh
al-Mu’tazilah al-’Ashriyun, hal.63).
Sebenarnya hakekat usaha mereka ini
adalah mengajak kaum muslimin untuk mengikuti ajaran barat (westernisasi) dan
menghilangkan akidah islam dari tubuh kaum muslimin serta memberikan kemudahan
kepada musuh-musuh islam dalam menghancurkan kaum muslimin. Sehingga mereka
menganggap aturan liberal dan demokrasi adalah perkara mendesak dan sangat
cocok dengan hakekat islam dan ajarannya serta tidak mengingkarinya kecuali
fundamentalis garis keras.
Demikianlah usaha mereka ini akhirnya
menghasilkan penghapusan banyak sekali pokok-pokok ajaran islam dan memasukkan
nilai-nilai liberalisme dan humanisme kedalam ajaran islam dan aqidah kaum
muslimin. Karena itu seorang orientalis bernama Gibb menyatakan: “Reformasi
adalah program utama dari liberalisme barat. Kita tinggal menunggu saja semoga
orientasi tersebut dari kalangan reformis bias menjadi semacam managerial
modern untuk menggali nilai-nilai liberalisme dan humanism”[Menjawab Modernisasi Islam, hal 178].
Demikianlah nilai-nilai pemahaman liberal masuk
kedalam tubuh kaum muslimin dan kita berlindung kepada Allah darinya dan dari
semua penyeru ajaran ini
Liberal dalam
pandangan hukum Islam
Liberalisme adalah pemikiran asing yang masuk kedalam
islam dan bukan hasil dari kaum muslimin. Pemikiran ini menafikan adanya hubungan dengan agama sama
sekali dan menganggap agama sebagai rantai pengikat yang berat atas kebebasan
yang harus dibuang jauh-jauh. Para perintis dan pemikir liberal yang menyusun
pokok-pokok ajarannya dalam semua marhalah dan sepanjang masa telah membentuk
liberal berada diluar garis seluruh agama yang ada dan tidak seorangpun dari
mereka yang mengklaim adanya hubungan dengan satu agama tertentu walaupun agama
yang menyimpang.
Sehingga Liberalisme sangat bertentangan
dengan islam bahkan banyak sekali pembatal-pembatal keislaman yang ada padanya,
diantaranya:
1.
Kufur
2.
Berhukum dengan selain hukum Allah
3.
Menghilangkan aqidah Al-Wala Dan Bara’
4.
Menghapus banyak sekali ajaran dan hukum
islam.
Sehingga para ulama menghukuminya
sebagai kekufuran sebagaimana dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan yang dimuat
dalam Surat kabar al-Jazirah hari Selasa tanggal 11 Jumada akhir tahun 1428 H.
Adakah Islam Liberal?
Sungguh amat mengherankan masih juga ada
orang yang ingin menggabungkan antara liberal dengan Islam padahal jelas sekali
ketidak-mungkinannya. Sehingga bila ada yang menyatakan, saya adalah muslim
liberal atau istilah Jaringan Islam Liberal ini adalah satu perkara yang
kontradiktif. Ironisnya orang yang disebut profesor atau intelektual tidak tahu
atau pura-pura tidak tahu tentang hal ini.
MISI FIRQAH LIBERAL
Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang (tepatnya : rnenghancurkan) gerakan Islam fundamentalis. mereka menulis: “sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok-kelompok agama yang ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan yang terbuka (inklusif) plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis.”
Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang (tepatnya : rnenghancurkan) gerakan Islam fundamentalis. mereka menulis: “sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok-kelompok agama yang ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan yang terbuka (inklusif) plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis.”
Yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis
yang menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima
cirri-ciri,yaitu.
[1]. Mereka yang digerakkan oleh kebencian
yang mendalam terhadap Barat
[2]. Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu
[3]. Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam
[4]. Mereka yang mempropagandakan bahwa islam adalah agama dan negara
[5]. Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan.
[2]. Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu
[3]. Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam
[4]. Mereka yang mempropagandakan bahwa islam adalah agama dan negara
[5]. Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan.
Demikian yang dilontarkan mantan
Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon [Muhammad Imarah : 75]
AGENDA DAN GAGASAN FIRQAHLIBERAL
Dalam tulisan berjudul “Empat Agenda
islam Yang Membebaskan; Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang penggagas JIL yang
juga dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam
Liberal.
Pertama : Agenda politik. Menurutnya
urusan negara adalah murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer
(demokrasi) sama saja.
Kedua : Mengangkat kehidupan antara
agama. Menurutnya perlu pencarian teologi pluralisme mengingat semakin
majemuknya kehidupan bermasyarakat di negeri-negeri Islam.
Ketiga : Emansipasi wanita dan
Keempat : Kebebasan berpendapat (secara
mutlak).
Sementara dari sumber lain kita dapatkan
empat agenda mereka adalah.
[1]. Pentingnya konstekstualisasi ijtihad
[2]. Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan
[3]. Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama
[4]. Permisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara [Lihat Greg Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina 1999: XXI]
[1]. Pentingnya konstekstualisasi ijtihad
[2]. Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan
[3]. Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama
[4]. Permisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara [Lihat Greg Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina 1999: XXI]
BAHAYA FIRQAH LIBERAL
[1]. Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allah AzZa wa Jalla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis, Barat dan pan Thaghut lainnya.
[1]. Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allah AzZa wa Jalla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis, Barat dan pan Thaghut lainnya.
[2]. Mereka lebih menyukai
atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci
kepada kata-kata jihad, sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut
Islamnya dengan Islam Liberal. Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman”. [Al-Hujurat : 11]
[3]. Mereka beriman kepada sebagian
kandungan al-Qur’an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya
penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan “jalan baru”
dalam menafsiri al-Qur’an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir
Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal
Sebagai contoh, Musthofa Mahmud dalam
kitabnya al-Tafsir al-Ashri-li al-Qur’an menafsiri ayat (Faq tho ‘u
aidiyahumaa) dengan “maka putuslah usaha mencuri mereka dengan memberi santunan
dan mencukupi kebutuhannya.” [Syeikh Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya, Senin
4 Muharram 1423]
Dan tafsir seperti ini juga diikuti juga
di Indonesia. Maka pantaslah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Artinya : Yang paling saya khawatirkan
atas adaalah orang munafik yang pandai bicara. Dia membantah dengan Al-Qur’an.”
Orang-orang yang seperti inilah yang
merusak agama ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Mereka mengklaim diri mereka
sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak kepada
kepada Al-Qur’an padahal merekalah yang mencampakkan Al-Qur’an”
Mengapa demikian ? Karena mereka bodoh
terhadap sunnah. [Lihat Ahmad Thn Umar al-Mahmashani: 388-389]
[4]. Mereka menolak paradigma keilmuwan
dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa rendah
berhadapan dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam dengan hati dan otak
orang Barat.
[5]. Mereka tidak mengikuti jalan yang
ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan seluruh
orang-orang mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada
ketentuan teks-teks normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah
Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama yang
ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar Otentitas Islam LiberaL .Jawa
Pos 1-2-2002). Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang diancam oleh Allah:
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul
sesudahjelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruknya tempat kembali.” [An-Nisaa’ 115].
[6]. Mereka tidak memiliki ulama dan
tidak percaya kepada ilmu ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri,
sebab mereka mengaku sebagai “pembaharu” bahkan “super pembaharu” yaitu neo
modernis. Allah berfirman:
“Artinya : Dan bila dikatakan kepada
mereka, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab,
“Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka
tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana
orang-orang lain telah beriman,” mereka menjawab, “Akan berimankah kami
sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman.” Ingatlah, sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. [Al-Baqarah 11-13]
[7]. Kesamaan cita-cita mereka dengan
cita-cita Amerika, yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara
Islam. Prof. Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela
sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki.
[8]. Mereka memecah belah umat Islam
karena gagasan mereka adalah bid’ah dan setiap bid’ah pasti memecah belah.
[9]. Mreka memiliki basis pendidikan
yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan
jaringan internasional dan dana yang cukup.
[10]. Mereka tidak memiliki manhaj yang
jelas sehingga gagasannya terkesan “asbun” dan asal “comot” . Lihat saja buku
Charless Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi (revivalis) itupun dimasukkan
kedalam kelompok liberal, begitu pula Muhammad Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf
Qardhawi (tokoh Ihwan al-Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa diam,
padahal diam mereka adalab emas, memang begitu berat jihad menahan lisan. Tidak
akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin.
“Artinya : Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau
hendaklah ia diam.” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim] (Lihat Husain
al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya]. Ahlul batil selain menghimpun kekuatan untuk
memusuhi ahlul haq. Allah ta’ala berfirman:
“Artinya : Adapun orang-orang yang
kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. JIka kamu (hai para
muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya
akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” [Al-Anfaal : 73]
Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad Jaiz
menyebut mereka berbahaya sebab mereka itu “sederhana” tidak memiliki landasan
keilmuwan yang kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. [Lihat Bahaya Islam
Liberal: 40, 64-65]
kesimpulan paling sederhana dari uraian
di atas adalah bahwa agenda-agenda JIL tak bisa dilepaskan dari imperalisme
Barat atas Dunia Islam. Ide-ide yang diusung JIL pun sebenarnya palsu, karena
yang ditawarkan adalah kapitalisme, bukan Islam. Agar laku, lalu diberi label
Islam. Islam hanya sekedar simbol, bukan substansi ide JIL. Jadi JIL telah
menghunus dua pisau yang akan segera ditusukkan ke tubuh umat Islam, yaitu
pisau politis dan pisau ideologis. Semua itu untuk menikam umat, agar umat
Islam kehabisan darah (baca:karakter Islamnya) lalu bertaqlid buta kepada JIL
dengan menganut peradaban Barat.
Jika memang dapat dikatakan bahwa JIL
adalah bagian dari proyek imperalisme Barat, maka JIL sebenarnya mengarah ke
jalan buntu.? Tidak ada perubahan apa pun. Tidak ada transformasi apa pun.
Sebab yang ada adalah legitimasi terhadap dominasi dan hegemoni kapitalisme
(yang sudah berlangsung). Dan pada saat yang sama, yang ada adalah pementahan
dan penjegalan perjuangan umat untuk kembali kepada Islam yang hakiki, yang
terlepas dari hegemoni kapitalisme.
Jadi, Anda masih percaya JIL ? Kalau
begitu, skami ucapkan selamat jalan menuju jalan buntu. Semoga tidak nabrak.
[Disalin dari Majalah As Sunnah Edisi
04/VI/1423/2002M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl. Solo –
Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
______
Maraji’
[1]. Arifin, Syamsul, Menakar Otenisitas Islam Liberal, Jawa Pos, 1-2-2002
[2]. Al-Hanafi, Ali Ibn Abi Al-Izz, Tahzdib Syarah Ath-Thahawiyyah, Dar Al-Shadaqah, Beirut, cet.I 1995
[3]. Al-Mahmashani, Ahmad Ibnu Umar, Mukhtashar Jami Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, Tahqiq Hasan Ismail, Dar Al-Khair, Beirut cet.I 1994
[4]. Al-Uwaisyah, Hasan, Hashaid Al-Aisum, Dar Al-Hijrah
[5]. Husaini, Adnan, Islam Liberal dan Misinya, Makalah Diskusi Di Pesantren Tinggi Husnayain Jakarta 8 Januari 2002
[6]. Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, terjemahan Musthalah Maufur, Rabbani Press, Jakarta 19998
[7]. Jaiz, Hartono Ahmad, Bahaya Islam Liberal, Pustaka Al-kautsar cet II, 2002
[8]. Kurzman, Charless, Wacana Islam Liberal, Paramadina Jakarta 2001
[9]. Majid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan, Mizan, Bandung cet III/1996
[10]. Muadz, Muhammad Arkoum Anggitan Tentang Cara-Cara (Tafsir) Al-Qur’an, Jurnal Salam Umm Malang vol.3 No. 1/2000
[11]. Ridawan, Nurcholis, Gado-Gado Islam Liberal, Majalah Sabili, No. 15 tahun IX, 25 Januari 2002
[12]. Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, terjemahan Taufiq Adnan, Mizan, Bandung 1987
[13]. Syaqfah, M Fahd, At-Tashawwuf Baina Al-Haqqi wa Al-Khalq, Dar Al-Salafiyah cet III 1983
[14]. Watt, Wiliam M. Fundamentalisme Islam dan Modernitas, terjemahan Taufiq Adnan, Raja Grafindo Persada Jakarta, cet I 1997
[15]. Zunaidi, Abd Rahman, Al-Salafiyah wa Qadhaya Al-Ashr, Dar Isbiliya, Riyadh cet I 1998
______
Maraji’
[1]. Arifin, Syamsul, Menakar Otenisitas Islam Liberal, Jawa Pos, 1-2-2002
[2]. Al-Hanafi, Ali Ibn Abi Al-Izz, Tahzdib Syarah Ath-Thahawiyyah, Dar Al-Shadaqah, Beirut, cet.I 1995
[3]. Al-Mahmashani, Ahmad Ibnu Umar, Mukhtashar Jami Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, Tahqiq Hasan Ismail, Dar Al-Khair, Beirut cet.I 1994
[4]. Al-Uwaisyah, Hasan, Hashaid Al-Aisum, Dar Al-Hijrah
[5]. Husaini, Adnan, Islam Liberal dan Misinya, Makalah Diskusi Di Pesantren Tinggi Husnayain Jakarta 8 Januari 2002
[6]. Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, terjemahan Musthalah Maufur, Rabbani Press, Jakarta 19998
[7]. Jaiz, Hartono Ahmad, Bahaya Islam Liberal, Pustaka Al-kautsar cet II, 2002
[8]. Kurzman, Charless, Wacana Islam Liberal, Paramadina Jakarta 2001
[9]. Majid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan, Mizan, Bandung cet III/1996
[10]. Muadz, Muhammad Arkoum Anggitan Tentang Cara-Cara (Tafsir) Al-Qur’an, Jurnal Salam Umm Malang vol.3 No. 1/2000
[11]. Ridawan, Nurcholis, Gado-Gado Islam Liberal, Majalah Sabili, No. 15 tahun IX, 25 Januari 2002
[12]. Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, terjemahan Taufiq Adnan, Mizan, Bandung 1987
[13]. Syaqfah, M Fahd, At-Tashawwuf Baina Al-Haqqi wa Al-Khalq, Dar Al-Salafiyah cet III 1983
[14]. Watt, Wiliam M. Fundamentalisme Islam dan Modernitas, terjemahan Taufiq Adnan, Raja Grafindo Persada Jakarta, cet I 1997
[15]. Zunaidi, Abd Rahman, Al-Salafiyah wa Qadhaya Al-Ashr, Dar Isbiliya, Riyadh cet I 1998
Wallahu al-Hadi ila
Shirath al-Mustaqim.
Referensi.
1.
Hakikat
Liberaliyah Wa Mauqif Muslim Minha,
Sulaiman al-Khirasyi
2.
Al-’Ashraniyun
Baina Mazaa’im At-Tajdid Wa Mayaadin At-Taghrib Muhammad
Hamid an-naashir dalam edisi bahasa Indonesia berjudul Menjawab Modernisasi Islam, terbitan Darul Haq
3.
‘Al-Aqlaniyun
Aprakh Al-Mu’tazilah Al-’Ashriyun,
Syeikh Ali Hasan Ali Abdulhamid , cetakan pertama tahun 1413 H, Maktabah
al-ghuraba al-Atsariyah.
4.
Dalil
Al-’Uqul Al-Haa’Irah Fi Kasyfi Al-Mazhahib Al-Mu’ashorah, Haamid bin Abdillah al-’Ali
Penulis: Kholid Syamhudi, Lc.
Komentar
Posting Komentar